BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Selasa, 05 Januari 2010

Tingkat kepuasan konsumen dalam pelayanan

Pemasaran merupakan hal yang sangat mendasar dan penting untuk dipahami setiap pelaku yang berkecimpung dalam dunia usaha,karena berhasil tidaknya perusahaan dalam mempertahankan dan mengembangkan usahanya sangat pada bagaimana cara perusahaan memasarkan produknya sehingga dapat diterima oleh pelanggan.

Dalam kondisi persaingan yang sangat ketat tersebut,hal utama yang harus diprioritaskan oleh perusahaan adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan,bersaing dan dapat menguasai pasar.pimpinan harus mengetahui hal-hal apa saja yang dianggap penting oleh pelanggan dan perusahaan berusaha untuk menghasilkan kinerja sebaik mungkin,sehingga dapat memuaskan pelanggan.kepuasan maupun ketidakpuasan pelanggan ditentukan oleh kualitas pelayanan yang baik,sehingga jaminan produk menjadi prioritas utama bagi setiap perusahaan yang ada pada saat ini khususnya dijadikan sebagai tolak ukur keunggulan daya saing perusahaan.

Salah satu jasa yang memungkinkan menjaring pelanggan melalui kualitas pelayanan adalah rumah makan.seperti masyarakat ketahui bahwa pemenuhan kebutuhan akan makanan adalah salah satu kebutuhan fisik manusia selain pakaian dan rumah.Abraham Maslow dan Anwar Prabu Mangkunegara(2002:6)dalam teorinya berpendapat bahwa hierarki kebutuhan manusia adalah :

-kebutuhan fisiologis
Yaitu kebutuhan untuk makan,minum,pelindungan fisik,bernafas,seksual.kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat rendah atau disebut sebagai kebutuhan paling dasar.

-kebutuhan rasa aman
Yaiut kebutuhan akan perlindungan dari ancaman,bahaya,pertentangan dan lingkungan hidup.

-kebutuhan untuk rasa memiliki
Yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok,berinteraksi,dan kebutuhan untuk mencintai dan dicintai.

-kebutuhan harga diri
yaitu kebutuhan untuk dihargai dan dihormati oleh orang lain.

-kebutuhan untuk mengaktualisasi diri
yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan,skill,dan potensi,kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakakan ide-ide,memberi penilaian dan kritikan terhadap sesuatu.

Artinya,Manusia akan cenderung memenuhi kebutuhan fisiknya sebelum memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya.
(http://jurnalskripsi.com/pengaruh-kualitas-pelayanan-terhadap-kepuasan-konsumen-pada-%E2%80%9Cwaroeng-steak-shake%E2%80%9D-malang-pdf.htm)

Keuntungan penggunaan merk pada suatu produk

Strategi perluasan merek bukan hal yang baru dalam dunia pemasaran, dimana strategi pengembangan merek ini banyak digunakan oleh praktisi – praktisi pemasaran di dalam aktivitas peluncuran produk baru. Penggunaan strategi tersebut didasarkan pada pertimbangan besarnya biaya iklan untuk meningkatkan brand awareness dari produk baru, adanya ikatan emosional antara konsumen dengan merek yang memiliki ekuitas yang tinggi, dan waktu proses adopsi dari respon konsumen yang relatif lebih singkat. Strategi perluasan merek memiliki kekuatan dan kelemahan, demikian halnya dengan strategi pengembangan merek lainnya. Setiap peluncuran produk baru, baik yang menggunakan strategi merek baru ataupun strategi perluasan merek tetap memiliki resiko yang sama besarnya. Peran dari pemasar dalam mengelola sumber daya yang dimiliki perusahaan adalah faktor kunci kesuksesan peluncuran suatu produk baru

Di dalam era globalisasi pasar, dimana perusahaan nasional kini tidak bisa lagi menganggap pasar domestik sebagai captive marketnya. Terbentuknya pasar global memungkinkan para pemain dari seluruh dunia bebas bermain di pasar domestik manapun. (Kartajaya;2002) Hasilnya adalah tersedianya banyak pilihan bagi konsumen untuk membeli produk dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan keinginannya.
Di tengah maraknya persaingan dan membanjirnya penawaran produk dengan ratusan bahkan ribuan merek di pasar baik dari dalam dan luar negeri maka bertambah pula pekerjaan rumah bagi pemasar untuk dapat bertahan dan berhasil di pasar. Tantangan tersebut dapat direspon dengan cara membentuk identitas produk yang kuat atau yang lazim kita kenal dengan istilah ekuitas merek yang kuat.
Membangun ekuitas merek yang kuat adalah isu utama bagi pihak top manajemen karena hal tersebut ikut menentukan nilai dari sebuah perusahaan. Salah satu contoh efek dari ekuitas merek yang kuat adalah meningkatnya nilai harga saham di pasar uang. Transaksi penjualan saham PT Handjaja Mandala Sampoerna Tbk senilai Rp 18,58 triliun oleh PT Philip Morris Indonesia Tbk merupakan salah satu contoh nyata. (KOMPAS, 19 Maret 2005)
Menurut Angky Camaro, CEO Bisnis Lokal PT H.M Sampoerna Tbk menyatakan bahwa yang sebenarnya dibeli oleh Philip Morris adalah kultur yang termasuk bagian dari ekuitas merek Sampoerna sebesar US$ 4 Milliar sedangkan nilai buku aset Sampoerna seperti mesin, gedung, dan sebagainya hanya dihargai sekitar US$ 1 Miliar. (SWAsembada, Juli 2005)
Jika suatu produk telah memiliki ekuitas merek yang kuat, maka dengan mudahnya mereka dapat mengembangkan mereknya melalui berbagai macam strategi seperti co-branding, brand extention, line extension serta beberapa strategi pengembangan merek lainnya. Perluasan merek atau brand extension dewasa ini lazim digunakan oleh perusahaan – perusahaan di Indonesia sejak adanya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997.
Menurut Yadi Budhisetiawan, Managing Director Force One ”Selling & Distribution Consultant menyatakan bahwa untuk membangun brand awareness produk baru sebelum krisis moneter dibutuhkan biaya iklan rata - rata Rp 2 – 3 Miliar, sedangkan setelah krisis biaya iklan yang dibutuhkan meningkat menjadi rata – rata Rp 6 – 8 Miliar.
Kondisi ini tentunya membuat perusahaan berpikir dua kali dalam meluncurkan produk baru dengan menggunakan merek yang benar – benar baru. Sehingga strategi perluasan merek merupakan salah satu alternatif di dalam mensiasati kondisi tersebut.
Berikut beberapa contoh strategi perluasan merek yang digunakan oleh perusahaan dalam meluncurkan produk barunya seperti merek Bodrex dari lini produk obat sakit kepala yang diperluas variannya menjadi lini produk obat flu, merek Lifebouy dari lini produk sabun yang diperluas variannya menjadi lini produk shampo. Selain itu masih ada banyak contoh – contoh produk baru lainnya dengan strategi perluasan merek yang dapat ditemui oleh konsumen.




KONSEP TEORI
Merek
Definisi merek menurut Asosiasi Pemasaran Amerika (Kotler;2003) adalah suatu nama, simbol, tanda, atau desain atau kombinasi diantaranya, dan ditujukan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakannya dari para pesaingnya.
Kotler menambahkan bahwa suatu merek adalah suatu simbol yang komplek yang menjelaskan enam tingkatan pengertian, yaitu:
Atribut produk
Merek memberikan ingatan pada atribut - atribut tertentu dari suatu produk, misalnya jika kita mendengar merek Nutrisari, tentunya kita teringat akan minuman rasa jeruk.
Manfaat
Atribut - atribut produk yang dapat diingat melalui merek harus dapat diterjemahkan dalam bentuk manfaat baik secara fungsional dan manfaat secara emosional, misalnya atribut kekuatan kemasan produk menterjemahkan manfaat secara fungsional dan atribut harga produk menterjemahkan manfaat secara emosional yang berhubungan dengan harga diri dan status.
Nilai
Merek mencerminkan nilai yang dimiliki oleh produsen sebuah produk, misalnya merek Sony mencerminkan produsen elektronik yang memiliki teknologi yang canggih dan modern.
Budaya
Merek mempresentasikan suatu budaya tertentu, misalnya Mercedes mempresentasikan budaya Jerman yang teratur, efisien, dan berkualitas tinggi.
Kepribadian
Merek dapat diproyeksikan pada suatu kepribadian tertentu, misalnya Isuzu Panther yang diasosikan dengan kepribadian binatang panther yang kuat (mesin kuat dan tahan lama).

Pengguna
Merek mengelompokkan tipe - tipe konsumen yang akan membeli atau mengkonsumsi suatu produk, misalnya Honda Jazz untuk konsumen remaja dan pemuda.
Identitas Merek
Identitas suatu merek adalah pesan yang disampaikan oleh suatu merek melalui bentuk tampilan produk, nama, simbol, iklan, dsb. Identitas merek berkaitan erat dengan citra merek (brand image) karena citra merek merujuk pada bagaimana persepsi konsumen akan suatu merek.
Fakta di lapangan adalah seringkali dijumpai bahwa ada perbedaan persepsi antara pesan yang hendak disampaikan oleh pemasar dengan pesan yang diterima oleh konsumen Disinilah letak tantangan seorang pemasar di dalam merencanakan pesan sebuah merek yang hendak dikomunikasikan kepada target pasar yang hendak dituju. (Doyle;1998)
Tabel 1.1 Identitas Merek dan Piramida Merek
Brand
Core

Culture
Brand
Style

Self Image
Personality
Reflection
Physical
Brand
Themes
Relationship


Source:
Kapfferer J N.,1994 Strategic Brand Management, Free Press, New York


Konsep piramida merek diperkenalkan oleh Kapfferer (1994), dimana piramida tersebut terdiri dari tiga lapis tingkatan. Lapisan pertama adalah brand core, yaitu hal fundamental atau kode genetik dari intisari sebuah merek, dimana sifatnya tetap di sepanjang waktu. Lapisan tengah adalah brand style, yaitu lapisan yang menyampaikan brand core. Brand style meliputi: hal nilai budaya yang disampaikan,misalnya budaya western; kepribadian merek,misalnya percaya diri; dan citra atau proyeksi dari merek itu sendiri, misalnya profesional.
Sedangkan lapisan terakhir dalam piramida adalah brand themes, yaitu cara bagaimana suatu merek dikomunikasikan melalui iklan, publikasi, kemasan, dsb. Tema sebuah merek terdiri dari tampilan fisik dari suatu produk seperti warna, logo, dan kemasan; refleksi dari merek, misalnya endoserser iklan; dan hubungan yang diekspresikan,misalnya glamor, bersahabat.
Dengan mengerti dan memahami konsep piramida merek akan membantu pemasar dalam menciptakan, merencanakan, memelihara, mengembangkan, serta mengkomunikasikan identitas merek produk atau perusahaan.
Ekuitas Merek
Kotler dan Amstrong (2004) mendefinisikan ekuitas merek sebagai efek pembeda positif dari respon konsumen atas suatu barang dan jasa sebagai akibat dari pengetahuan konsumen atas nama merek dari barang dan jasa tersebut.
Hasil suatu studi konsumen di Amerika menyatakan bahwa 72 % dari konsumen akan membayar harga premium sebesar 20 % lebih tinggi terhadap merek yang dipilihnya dibandingkan dengan harga dari merek – merek pesaing produk yang dipilihnya. Dari hasil penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa sebuah produk yang memiliki ekuitas merek yang tinggi memberikan keunggulan kompetitif untuk dapat bertahan, bersaing dan bahkan menjadi market leader dalam era hypercompetition.



Strategi Pengembangan Merek
Dalam usaha untuk mengembangkan merek, perusahaan memiliki empat pilihan alternatif seperti yang tertera dalam tabel 1.2 berikut:
Tabel 1.2 Strategi Pengembangan Merek
Product Category
New
Existing
Brand Extension
Line Extension
Existing
Brand Name

New Brands
Multibrands
New


Source:
Kotler P & Amstrong G., 2004 “Principle of Marketing”, 10th edition / International Edition, Prentice Hall, New Jersey




Berikut penjelasan tabel 1.2 tentang strategi pengembangan merek:
Line Extension / Perluasan Lini Produk
Strategi pengembangan merek ini menggunakan nama merek yang sudah dikenal oleh konsumen untuk memperkenalkan tambahan variasi seperti rasa baru, warna, ukuran kemasan, dsb pada suatu kategori produk dengan menggunakan nama merek yang sama.
Contoh:
Merek laptop Fujitsu meluncurkan koleksi Lifebook Series terbaru dengan varian lini produk antara lain S2110, C1320, dan P1510
Brand Extension / Perluasan Merek
Strategi pengembangan merek ini menggunakan nama merek yang sudah dikenal oleh konsumen untuk meluncurkan produk baru atau produk modifikasi pada kategori produk yang baru.
Contoh:
Merek sabun mandi Lifebouy yang memperluas mereknya pada kategori produk shampo
Multibrand / Banyak Merek
Strategi pengembangan merek ini meluncurkan banyak merek pada satu macam kategori produk yang sama.
Contoh:
PT Unilever Indonesia Tbk memiliki tiga macam merek untuk kategori produk sabun mandi yaitu Lux, Lifebouy, dan Dove.
New Brand / Merek Baru
Strategi pengembangan merek ini menggunakan merek yang benar – benar baru untuk peluncuran produk baru perusahaan.
Contoh:
PT Coca – Cola Indonesia Tbk meluncurkan merek Freshtea untuk produk baru minuman produk perusahaan yaitu teh dalam kemasan botol dengan aroma bunga melati.
ANALISA STRATEGI PERLUASAN MEREK
Dengan memahami bahwa ekuitas merek memiliki dampak yang besar dalam keputusan konsumen dalam pemilihan suatu produk dan adanya kondisi riil bahwa diperlukannya biaya iklan yang tinggi untuk membangun brand awareness suatu produk baru dengan merek yang baru, maka strategi perluasan merek banyak digunakan oleh perusahaan untuk mensiasati kondisi pasar, kondisi ekonomi, dan kondisi persaingan yang ada.
Menurut Helen Wing, Director of the Marketing Science Centre at Research International menyatakan bahwa produk baru dengan merek yang benar – benar baru membutuhkan usaha pemasaran dari segi waktu dan biaya yang lebih banyak untuk memperkenalkan merek dan membangun awareness konsumen. Pertimbangan lain adalah bahwa perusahaan merasa bisa mendapatkan keuntungan dari adanya ikatan emosional yang telah terbentuk antara merek induk dengan perluasannya sehingga inventasi yang dibutuhkan untuk perluasan merek bisa lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan merek yang baru.
Hasil studi kasus internasional terhadap 22.000 macam kasus peluncuran produk baru didapatkan data sebagai berikut:
82 % dari produk – produk baru, merupakan perluasan merek dan hanya sekitar 15 % merupakan merek yang benar – benar baru.
83 % direktur pemasaran lebih menyukai meluncurkan produk baru dengan perluasan merek, sedangkan 15% memberikan penilaian yang sama antara penggunaan merek baru ataupun menggunakan perluasan merek, dan hanya 2% yang berminat untuk menggunakan merek yang benar – benar baru
Dari hasil studi kasus tersebut, dapat diketahui bahwa penggunaan strategi perluasan merek sudah banyak digunakan dan bahkan mendominasi dalam setiap peluncuran produk – produk baru bukan hanya di Indonesia saja tetapi juga di negara – negara lainnya. Selain itu sebagian besar dan bahkan hampir seluruh praktisi pemasaran juga setuju dengan penggunaan strategi perluasan merek dalam peluncuran produk baru.
Dengan adanya data – data serta informasi – informasi yang mendukung strategi perluasan merek, bukan berarti strategi pengembangan merek ini tidak memiliki kelemahan ataupun kekurangan.
Berikut ini beberapa kelemahan dari strategi perluasan merek yang terdapat dalam jurnal marketing: ”Brand Extension Is Not A Low Risk Option That Firms Think It Is” menyatakan:
Minat pembelian konsumen untuk produk dengan merek baru 10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan perluasan merek. Hal ini disebabkan karena rasa ingin tahu konsumen akan adanya merek baru membuat mereka berminat untuk mencoba produk baru tersebut.
Pesan yang disampaikan merek dengan perluasan harus cukup berbeda dengan merek induknya. Karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Milward Brown menyatakan bahwa kegiatan periklanan yang dilakukan untuk perluasan merek baru hanya mendapatkan tingkat awareness sebesar 65 %. Hal ini disebabkan konsumen tidak melihat produk baru tersebut sebagai sesuatu yang baru karena masih terpaku pada merek induknya.
Menyadari dan mempertimbangkan bahwa strategi perluasan merek juga memiliki keterbatasan dan kelemahan dalam aplikasinya, maka perusahaan juga perlu untuk mempelajari mengapa perluasan merek dapat gagal di pasar. Ada tiga faktor utama penyebab kegagalan sebuah strategi perluasan merek (Wing,2004) yaitu:
Tidak adanya perbedaan dari merek induk
Kualitas produk kurang baik
Tidak adanya support pemasaran yang baik.
Dari ketiga faktor utama kegagalan tersebut diatas maka perusahaan harus benar – benar mempersiapkan produk baru yang akan diluncurkan dimana atribut – atribut produk harus berbeda dengan atribut – atribut produk merek induk. Pemasar hendaknya tidak hanya mengandalkan ekuitas merek yang tinggi dari merek induk saja tetapi juga harus menyediakan aktivitas – aktivitas pemasaran pendukung untuk memperkuat posisi dari produk baru tersebut.
KESIMPULAN
Dari uraian penjelasan mengenai strategi perluasan merek, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam era hypercompetition ini perusahaan perlu cerdik dan jeli dalam melihat kondisi pasar dan juga kondisi lingkungan pemasaran di dalam kaitan apabila perusahaan hendak melakukan peluncuran produk baru.
Strategi perluasan merek memudahkan produk baru untuk segera meraih pangsa pasar, tetapi yang harus diperhatikan bahwa tetap ada resiko karena produk tersebut masih terkait dengan persepsi konsumen akan citra merek induk. Banyak perdebatan yang muncul dari berbagai pihak dimana ada pihak – pihak yang setuju / pro tetapi tidak sedikit juga pihak – pihak yang kontra dan meremehkan penggunaan strategi ini.
Tidak ada peluncuran produk baru, baik dengan merek yang benar – benar baru ataupun dengan menggunakan strategi perluasan merek yang tanpa beresiko. Semuanya beresiko bahkan menurut Kotler professor pemasaran internasional dari Northwestern Kellogg Graduate School of Management di Chicago menyatakan bahwa 90% dari produk baru biasanya gagal di pasar. Disini peran manajer pemasaran sangatlah besar dalam mengelola sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk mendukung sukses atau tidaknya suatu produk yang diluncurkan di pasar.
(http://74.125.153.132/search?q=cache:Tjrgb5hBelUJ:fportfolio.petra.ac.id/user_files/04-013/Perluasan%2520Merek%2520Strategi%2520Jitu%2520Peluncuran%2520Produk%2520Baru.doc+penggunan+merk+pada+suatu+produk&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a)

Faktor-faktor penyebab kenaikan harga

DEfinisi dan Penggolongan inflasi
Merupakan suatu peristiwa moneter yang terjadi hampir di semua negara di Dunia
Inflasi merupakan kecenderungan naikkya harga-harga barang secara umum dan terus menerus
Kenaikan harga yang bersifat musiman dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan, tidak disebut inflasi


Definisi


Ada kecenderungan bahwa untuk barang-barang yang harganya ditentukan oleh pemerintah tidak mengalami kenaikan, tetapi dalam realitanya harga di pasar terjadi kenaikan  Inflasi ada, tetapi tidak boleh diperlihatkan  Suppressed Inflation (Inflasi yang ditutupi)

Penggolongan inflasi

Berdasarkan sebab awal inflasi

Karena permintaan masyarakat
(Demand Inflation)
Karena kenaikan ongkos produksi
(Cost inflation)

Berdasarkan asal inflasi

Dari dalam negeri (Domestic Inflation)
Misalnya karena terjadi defisit anggaran yang dibiayai dengan mencetakan uang baru, kenaikan harga kebutuhan (kebutuhan dasar).


Dari luar negeri (Imported inflation)

Kenaikan harga barang impor, bahan
Disamping itu inflasi karena kenaikan barang- baku impor
barang ekspor, karena barang tersebut masuk dalam indeks harga.


Berdasarkan parah tidaknya inflasi

Inflasi Ringan ( < 10 %)
Inflasi Sedang ( 10 – 30 %)
Inflasi Berat ( 30 – 100%)
Inflasi Hiper ( > 100%)

Berdasarkan tingkat intensitas inflasi

Inflasi merayap (creeping inflation)
Hiper (Hyper Inflation)


Faktor penyebab inflasi

Adanya harapan yang berlebihan dari masyarakat, sehingga permintaan barang-barang dan jasa naik lebih cepat dari pada tambahan keluaran (out put) yang dicapai perekonomian
tersebut.
Adanya kebijaksanaan pemerintah yang kurang tepat
Pengaruh alam
Pengaruh inflasi dari luar negeri


Akibat buruk inflasi
Pada perekonomian

Penanaman modal spekulatif
Tingkat bunga meningkat
Ketidakpastian ekonomi masa depan
Masalah neraca pembayaran

Pada masyarakat

Distribusi pendapatan
Merosotnya pendapatan riil
Merosotnya Nilai tabungan riil


Inflasi merupakan suatu gejala ekonomi, tetapi faktor-faktor penye- babnya maupun konsekuensinya bisa terletak diluar bidang ekonomi  Masalah inflasi adalah masalah Sosio-Ekonomi- Politis.


Contoh : Pemerintah terpaksa mencetak uang baru dalam jumlah yang terlalu banyak, padahal pemerintah mengetahui akibatnya akan berdampak pada inflasi, tetapi karena terdesak oleh kegiatannya seperti : Operasi keamanan terpaksa mencetak uang baru untuk mendanai operasi tersebut.

Teori Inflasi
Teori Kuantitas

Penyebab utama

Penambahan jumlah uang yang beredar
Harapan masyarakat tentang kenaikan harga, ada beberapa kemungkinan kondisi yang terjadi :

Kenaikan Kas masyarakat, tetapi tidak diikuti oleh
permintaan barang Pada kondisi ini kenaikan inflasi < kenaikan faktor penyebabnya.
Kecenderungan membelanjakan kas dalam bentuk barang
Hal ini akan mengakibatkan kenaikan permintaan barang akan menaikkan harga barang tersebut.
Masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap mata uang, sehingga masyarakat enggan memegang uang kas dan selalu membelanjakannya dalam bentuk barang  akan memicu peredaran uang yang tinggi  Pada Kondisi ini inflasi akan lebih besar dibanding faktor penyebabnya.


Teori Keynes

Penyebabnya :
Masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuannya, bahwa permintaan masyarakat akan barang-barang melebihi jumlah yang tersedia (inflationary Gap), bentuknya :


17
Pemerintah membuat anggaran defisit dan mencetak uang baru untuk memenuhinya.
Swasta membuat investasi baru dengan mengandalkan kredit
Serikat buruh selalu mengusulkan tambahan upah pada produktifitas rendah

Karena permintaan total melebihi jumlah yang tersedia  harga barang-barang akan merangkak naik  Inflasi Terjadi

Teori Strukturalis

Menyoroti sebab-sebab inflasi karena kekakuan struktur ekonomi
Karena sebab-sebab struktural pertambahan produksi barang-barang terlalu lambat dibanding dengan pertumbuhan kebutuhannya.
Inflasi ini biasanya mempunyai jangka waktu yang relatif panjang, tidak bisa diatasi dengan mengurangi jumlah uang yang beredar, tetapi dengan memperbaiki prangkat/infra strukturnya.

Dengan melihat tingginya inflasi, pemerintah harus hati-hati menyikapinya jika tak ingin perekonomian kita kian terpuruk. Kondisi ini menunjukkan pemerintah terbukti salah mengukur batas kemampuan ekonomi rakyat, dan tidak mampu mengendalikan laju inflasi.
Pemerintah jelas salah memperkirakan penyebab dan batas kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri. Kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) secara drastis dalam kondisi tak normal, menghasilkan akibat berantai yang cukup kompleks (spiral inflation). Apalagi, dapat dipastikan Bank Indonesia akan kembali menaikkan suku bunga dan moneter secara ketat. Apabila kondisi suku bunga berada di atas tingkat inflasi, maka banyak orang akan lebih suka membeli dolar AS.
Kesalahan ini juga karena bertumpuknya kebijakan fiskal dengan variabel inflatoir dalam waktu singkat. Kenaikan harga BBM bertumpuk dengan efek musiman, depresiasi rupiah dan membengkaknya peredaran uang karena realisasi proyek. Implikasinya diperkirakan akan terus berlanjut. Karena, kemungkinan besar pemerintah akan menaikkan tarif dasar listrik (TDL) pada awal 2006.
Yang perlu diwaspadai, dampak kenaikan harga makanan olahan atas inflasi bulan November karena belum terrefleksi dalam inflasi Oktober. Di lain pihak, sebagian masyarakat masih menghadapi hari besar pada akhir tahun nanti. Dan, tentunya kenaikan gaji PNS (pegawai negeri sipil) secara psikologis akan mendorong pula laju inflasi.
Inflasi seperti yang kita ketahui ini merupakan gejala biasa dalam ekonomi makro, namun sangat penting dan selalu dialami di hampir semua negara. Ini ditandai dengan kecenderungan kenaikan harga-harga barang secara umum dan terus-menerus. Yang jelas, kenaikan harga dari satu atau dua jenis barang saja tidak dapat dikatakan inflasi, kecuali keadaan tersebut meluas hingga mengakibatkan kenaikan harga barang-barang lainnya. Inflasi praktis menjadi "pencuri" bagi yang berpendapatan tetap atau pas-pasan karena mengurangi daya beli.
Terhadap harga-harga barang yang diatur atau ditentukan pemerintah, BPS (Badan Pusat Statistik) mungkin tidak akan mencatat adanya kenaikan karena yang dicatat harga-harga "resmi" pemerintah. Tetapi dalam realitanya, bisa saja harga-harga terus naik. Keadaan ini tak terelakkan karena harga barang-barang "tidak resmi" ternyata lebih tinggi (cenderung naik) daripada harga "resmi". Dalam hal ini sebenarnya telah terjadi "inflasi yang ditutupi", yang suatu waktu akan muncul karena semakin tidak relevan dengan keadaan yang ada.
Kondisi ini tentu akan menimbulkan akibat buruk di kemudian hari yang harus dipikul masyarakat. Selain itu, tingginya inflasi akan berimbas pada terhambatnya laju pertumbuhan ekonomi akibat menurunnya daya beli masyrakat karena kenaikan harga-harga. Banyak negara selalu menganggap remeh masalah inflasi di tengah upaya membangun struktur perekonomian yang kuat. Inflasi diyakini sebagai hal yang tidak dapat dielakkan dalam proses pembangunan ekonomi suatu negara.
Di kalangan para perencana pembangunan ekonomi selalu timbul pertentangan pendapat mengenai peranan inflasi dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Kontroversi pertentangan pendapat ini biasanya terjadi antara golongan moneteris (monetarist) dan strukturalis (structuralist).
Para penganut golongan moneteris menganggap bahwa inflasi disebabkan oleh kelebihan penawaran uang dan permintaan agregat masyarakat. Pandangan ini sejalan dengan teori konvensional bahwa terjadinya inflasi akibat permintaan terus bertambah, sementara kapasitas untuk memroduksikan barang-barang telah mencapai tingkat maksimum. Artinya, semakin banyak uang beredar akan memengaruhi permintaan agregat atau konsumsi. Dalam Quantity Theory of Money, laju pertumbuhan uang beredar sama dengan laju inflasi apabila output riil konstan.
Sedangkan menurut pemikir-an kaum strukturalis, inflasi di negara-negara berkembang lebih bersifat cost push inflation daripada demand pull inflation. Ini disebabkan akibat biaya produksi yang tinggi, terkait dengan 3 komponen utama; upah pekerja, pembelian bahan-bahan baku yang digunakan, dan biaya impor barang-barang kapital atau pembantu (intermediate goods).
Inflasi di Indonesia termasuk dalam kategori demand pull inflation, inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat, sementara daya beli semakin lemah. Meningkatnya inflasi di Indonesia karena faktor lain, yakni akibat kenaikan harga BBM sebagai bahan kebutuhan masyarakat yang amat strategis. Dengan kata lain, penyebab inflasi di Indonesia lebih karena faktor sisi penawaran.
Dalam cost push inflation, biasanya kenaikan harga (barang-barang produksi) dibarengi dengan penurunan omzet penjualan barang. Namun inflasi macam ini sebenarnya jarang dijumpai. Pada umumnya inflasi yang terjadi adalah kombinasi dari kedua macam inflasi tersebut dan keduanya saling memperkuat satu sama lain. Selain itu inflasi dari dalam negeri (domestic inflation) timbul karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan uang hasil pencetakan baru, akibat panen gagal, dan sebagainya.
Kenaikan inflasi akibat kondisi tekanan kondisi harga minyak mentah dunia (imported inflation) dan kenaikan harga barang-barang impor mengakibatkan kenaikan indeks biaya hidup secara langsung karena sebagian barang yang dibutuhkan berasal dari impor. Sementara secara tidak langsung, kenaikan indeks harga terjadi karena kenaikan ongkos produksi akibat tingginya harga berbagai barang yang menggunakan bahan mentah impor. Ini berdampak pada kenaikan harga barang-barang dalam negeri akibat kenaikan pengeluaran pemerintah/swasta yang berusaha menyesuaikan diri atas depresiasi nilai mata uang dalam negeri terhadap valuta asing.

(http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=129535)
(http://74.125.153.132/search?q=cache:10GGmeFcKqkJ:repository.binus.ac.id/content/J0034/J003472531.ppt+faktor+penyebab+kenaikan+harga&cd=23&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a)

Hubungan Antara Motivasi dengan Pelaku

Motivasi adalah dorongan psikologis yang mengarahkan seseorang ke arah suatu tujuan. Motivasi membuat keadaan dalam diri individu muncul, terarah, dan mempertahankan perilaku, menurut Kartini Kartono motivasi menjadi dorongan (driving force) terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu.
Motivasi yang ada pada setiap orang tidaklah sama, berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Untuk itu, diperlukan pengetahuan mengenai pengertian dan hakikat motivasi, serta kemampuan teknik menciptakan situasi sehingga menimbulkan motivasi/dorongan bagi mereka untuk berbuat atau berperilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh individu lain/ organisasi
(http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi)


Kreativitas sebagai modal utama
Istilah kreativitas digunakan untuk mengacu pada kemampuan individu yang
mengandalkan keunikan dan kemahirannya untuk menghasilkan gagasan baru dan
wawasan segar yang sangat bernilai bagi individu tersebut. Kreativitas dapat juga
dianggap sebagai kemampuan untuk menjadi seorang pendengar yang baik, yang
mendengarkan gagasan yang datang dari dunia luar dan dari dalam diri sendiri atau dari
alam bawah sadar. Oleh karena itu, kreativitas lebih tepat didefinisikan sebagai suatu
pengalaman untuk mengungkapkan dan mengaktualisasikan identitas individu seseorang
secara terpadu dalam hubungan eratnya dengan diri sendiri, orang lain, dan alam. Haidar
Bagir, CEO Mizan Publishing dalam kuliah manajemen inovasi dan kreativitas
mendefinisikan kreativitas sebagai gagasan baru, orisinal, dan tepat sasaran
(appropriate). Kreativitas dan inovasi, kata Haidar, saling berdekatan dan berkaitan.
Kreativitas muncul di karya seni sedangkan inovasi, fase lanjut dari kreativitas, dekat dengan sains terapan dan teknologi. (www.itb.ac.id, diakses 19 Desember 2008)
Kreativitas sering dianggap terdiri dari 2 unsur, Pertama: Kefasihan yang ditunjukkan
oleh kemampuan menghasilkan sejumlah besar gagasan pemecahan masalah secara dini
dan cepat. Kedua: Keluwesan yang pada umumnya mengacu pada kemampuan untuk
menemukan gagasan yang berbeda-beda dan luar biasa untuk memecahkan suatu
masalah.
Andangsari, (2005) dalam web Forum Komunikasi dan Informasi Universitas Bina
Nusantara (diakses 19 Desember 2008) menyatakan kreatifitas dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk menempatkan sejumlah objek-objek yang ada dan
mengkombinasikannya menjadi bentuk yang berbeda untuk tujuan-tujuan yang baru.
Kreatifitas meliputi 3 hal :
1. Kreatifitas merupakan Kemampuan (Ability)
Yaitu suatu kemampuan untuk membayangkan atau menemukan suatu hal yang baru
2. Kreatifitas merupakan Sikap (Attitude)
Yaitu kemampuan untuk menerima perubahan dan sesuatu yang baru
3. Kreatifitas merupakan sebuah Proses (Process)
Orang yang kreatif merupakan orang yang terus-menerus membuat perubahan dan
perbaikan secara bertahap pada pekerjaan mereka.
Pengaruh Modernisasi, Motivasi dan Etos Kerja
Ketika gelombang modernisasi dan industrialisasi masuk yang ditandai dengan adanya
perubahan mode of production, ia menyeret serta urbanisasi dan keragaman industri ke
dalam suatu masyarakat majemuk baru yang lebih dinamis. Modernisasi yang menurut
Giddens berpola refleksif
(dalam Suharko, 1997) menyebabkan kultur urban yang
tercipta ini senantiasa ditandai dengan antara lain berkembangnya kreativitas. Kreativitas
berkembang dan menemukan lahannya tersendiri sebagai bagian dari fenomena
perkembangan model industrialisasi. Industri kreatif mengkonstruksi pelaku industrinya
sesuai dengan talenta yang dimilikinya.
Modernisasi refleksif menurut Giddens adalah modernisasi yang dapat merespon perkembangan yang
berbeda, yang tengah berlangsung, yakni globalisasi yang melanda dan mengubah kehidupan personal
hingga pada kondisi ketidak pastian.
Dalam industri kreatif, ciri utamanya adalah kreativitas, keahlian dan talenta yang
berpotensi meningkatkan kesejahteraan melalui penawaran kreasi intelektual. Industri
kreatif terdiri dari penyediaan produk kreatif langsung kepada pelanggan dan pendukung
penciptaan nilai kreatif pada ciri lain yang secara tidak langsung berhubungan dengan
pelanggan. Produk kreatif mempunyai ciri-ciri: siklus hidup yang singkat, risiko tinggi,
margin yang tinggi, keanekaragaman tinggi, persaingan tinggi, dan mudah ditiru. Kondisi
yang demikian ini menuntut para pekerja di sektor industri kreatif untuk selalu mampu
berinovasi melahirkan ide-ide baru. Keharusan melahirkan ide-ide baru yang sangat
dinamis ini menyebabkan pentingnya bagi pekerja sektor industri kreatif untuk selalu
menjaga motivasi dan etos kerja mereka.
David McClelland
melalui teori modernisasinya dengan perspektif psikologi sosial
tentang dasar-dasar psikologi dan sikap manusia, melihat aspek pertumbuhan ekonomi
sebagai awal perkembangan budaya. Sebagai sebuah ciri internal yakni pada nilai-nilai
dan motivasi yang mendorong untuk mengeksploitasi peluang, untuk meraih kesempatan,
dorongan internal untuk membentuk dan merubah nasib sendiri. Didasarkan pada studi
McClelland dalam the achieving society
adanya kaitan antara khayalan dengan dorongan
dan perilaku dalam kehidupan mereka yang dinamakan the need for achievement
(N’Ach) yakni nafsu untuk bekerja secara baik, bekerja tidak demi pengakuan sosial atau
gengsi tetapi dorongan kerja demi memuaskan batin dari dalam. Bagi mereka yang
mempunyai dorongan need for achievement tinggi akan bekerja lebih keras, belajar lebih
cepat dan sebagainya. Sektor industri kreatif dengan tuntutan perubahan ide dan desain
yang sangat cepat dan dinamis membutuhkan para pekerja yang mempunyai dorongan
need for achievement tinggi.
Weber berpendapat bahwa ciri wiraswastawan protestan, calvinisme tentang takdir yang
mendorong mereka untuk merasionalkan kehidupan yang ditunjukkan oleh Tuhan,
3 David McClelland, seorang Psikolog Amerika yang terkenal dengan teorinya tentang N-Ach dalam
bukunya The Achievement Motive In Economic Growth, 1984.
4 Studi McClelland bersama Inkeles dan smith, 1961 diterbitkan D.Van Nostrad, New York, juga
merupakan ringkasan dari buku terkenal McClelland The Achievement Motive In Economic Growth, 1984
mereka memiliki need for achievement yang tinggi. Yang dimaksud Weber dengan
semangat kapitalisme tersebut adalah dorongan need for achievement yang tinggi. Di sini
Weber melalui The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism (1958) memberikan
pandangan mengenai asal-usul semangat atau etos kerja tertentu yang akhirnya
membentuk kapitalisme modern berkembang dan mendominasi perekonomian. Menurut
Weber, semangat kapitalisme bukan hanya sekedar mencari keuntungan ekonomi semata,
namun sebaliknya, merupakan sebuah sistem etika dan etos kerja yang menjadi
pendorong terjadinya kesuksesan ekonomi. Weber mengaitkan antara suatu etos
(keberagamaan) dengan semangat dalam bidang kesuksesan ekonomi yang dalam
konteks industri kreatif ini merupakan mesin penghasil ide-ide kreativitas. Melalui
pandangan Weber tentang semangat kapitalisme berupa etos kerja produktif kreatif yang
dipandang sebagai suatu sistem normatif yang berisi sejumlah ide yang saling terkait,
misalnya, tujuannya yang yang mengajarkan “sikap yang mengupayakan keuntungan
secara rasional dan secara tersistematis” (Weber, 1958 dalam Ritzer dan Goodman, 2004)
Di sisi lain, McClelland berpendapat bahwa need for achievement selalu berkaitan
dengan pertumbuhan ekonomi yang dalam dunia kerja mempengaruhi semangat dan
motivasi serta etos kerja sehingga mempengaruhi tinggi rendahnya motif antara lain need
for power dan need for affiliation. Kebutuhan untuk Afiliasi (N-Affil) berarti orang
mencari hubungan interpersonal yang baik dengan orang lain dan kebutuhan akan
kekuasaan untuk dapat memiliki fleksibilitas dan mempengaruhi orang lain untuk
mencapai tujuannya secara efektif. McClelland menolak pandangan ekonom bahwa
dorongan utama wiraswastawan adalah sekedar motif mencari keuntungan. Baginya
perilaku wiraswasta tidak semata sekedar mencari uang, melainkan dorongan
achievement tadi. Bagi McClelland, kebudayaan khususnya ekonomi merupakan ciptaan
kreatif dari dinamika manusia yang memiliki need for achievement yang tinggi, dorongan
tersebut dapat diukur yang disebut sebagai dorongan berprestasi.
Berbeda dengan McClelland, Clayton Alderfer, dalam Siagian (2008) mengemukakan
teorinya tentang motivasi yang terkenal dengan akronim “ERG”. Akronim ini mengacu
pada istilah Existence, Relatedness dan Growth. Existence menurut Alderfer adalah yang
berhubungan dengan kebutuhan fisiological dan keamanan fisik, mental, psikologikal,
dan intelektual. Sementara Relatedness adalah mengenai kebutuhan sosial, prestise dan
simbol-simbol status. Dan Growth sendiri merupakan kesempatan pengembangan potensi
melalui aktualisasi diri.
Dalam teorinya ini yang didasarkan pada sifat pragmatisme manusia yang menyadari
kondisi obyektif akan hal-hal yang memungkinkan untuk dicapainya, Alderfer
mengemukakan bahwa, ketika suatu kebutuhan tertentu tidak terpenuhi, maka akan
semakin besar pula dorongan motivasi untuk memuaskannya. Ketika suatu kebutuhan
telah terpuaskan, maka akan timbul kemudian dorongan untuk memuaskan kebutuhan
yang lebih tinggi. Dan sebaliknya, ketika semakin sulit untuk memuaskan kebutuhan
yang tingkatnya lebih tinggi, maka akan semakin besar keinginan untuk memuaskan
kebutuhan yang lebih mendasar.
Kesimpulan


Faktor etos kerja dan motivasi menjadi kunci penting bagi keberlanjutan industri yang
berbasis pada kreatifitas. dengan karakteristik dasar industri kreatif yang berkembang
sangat dinamis dan rawan duplikasi dan replikasi, setiap pelaku industri kreatif
membutuhkan dorongan need for achievement yang tinggi agar dapat terus eksis di dunia
kreatifitas dalam era saat ini. Era yang oleh Giddens disebut dalam era modernisasi
refleksif dengan ketidakpastian situasi dan kultur urban yang cepat. Perkembangan
industri kreatif yang bermodalkan etos kerja dan motivasi tinggi dari para pelakunya oleh
Weber dan McClelland menjadi perwujudan dari rasionalisasi semangat kapitalisme
berupa pencapaian kesuksesan di bidang ekonomi dengan mempunyai dorongan atau
kebutuhan untuk terus mengembangkan potensi diri

(http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:XcQbBkNC02kJ:images.dhianku.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SXHneQoKCDkAAAT0y3M1/Motivasi%2520dan%2520Etos%2520Kerja%2520dalam%2520Industri%2520berbasis%2520Kreatifitas--DIANKU.pdf%3Fnmid%3D171507777+hubungan+motivasi+dengan+pelaku&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEEShg4xcX1vWx79bRb-oMSOTQauhYgbCjfKOl6AZN854sUi55aX2cv_azSO83H2Wi8PnVCMtKA-Z0PYnsSoY_20hZl-0DMyhIm1XrDHVT7T9e6bDG-8_5Vdql0rBuRJ0KZ9ZY9dWz&sig=AHIEtbRtyM75unpuoQnc-jUljneYU6Ao1g)

SEGMENTASI MANFAAT SUATU PRODUK

Pemahaman variasi kebutuhan dan keinginan konsumen menjadi pedoman dalam kepentingan merancang strategi pemasaran.Konsumen memiliki preferensi sekaligus urutan tertinggi produk itu sendiri.dan tak dapat dihindari modus tindakanpembelian mereka ialah mencapai kepuasan dimana permintaan bervariasi sesuai dengan cara produk digunakan,serta pola konsumsi.Variasi-variasi demikian mendorong pembagian atau segmentasi pasar.segmentasi pasar merujuk pada proses pembagian pasar.
Menurut Saladin (2003 ; 83),pengertian segmentasi pasar adalah sebagai berikut :
"Segmentasi pasar adalah proses pengelompokan-pengelompokan pasar ke dalam kelompok pembeli yang potensial dengan kebutuhan yang sama atau karakteristik yang disukai serta memperlihatkan hubungan pembelian yang sama pula"

Sedangkan Kotler(2006:281)mengatakan bahwa :
"Segmentasi pasar membagi sebuah pasar ke dalam kelompok-kelompok yang khas berdasarkan kebutuhan,karakteristik,atau perilaku yang mungkin membutuhkan produk atau bauran pemasaran yang terpisah."

( http://dspace.widyatama.ac.id/bitstream/handle/10364/999/bab2b.pdf?sequence=10 )

Tidak ada cara tunggal untuk membuat segmen pasar. Pemasar harus mencoba variabel segmentasi yang berbeda, secara sendiri atau kombinasi untuk mencari cara terbaik untuk memetakan struktur pasar. Terdapat beberapa variabel utama yang sering digunakan untuk menentukan segmentasi pasar, yakni variabel geografik, demografik, psikografik, dan tingkah laku tertentu.

1. Segmentasi Geografik

Segmentasi geografik membagi pasar menjadi beberapa unit secara geografik seperti negara, regional, propinsi, kota, wilayah kecamatan, wilayah kelurahan dan kompleks perumahan. Sebuah perusahaan mungkin memutuskan untuk beroperasi dalam satu atau beberapa wilayah geografik ini atau beroperasi di semua wilayah tetapi tidak memperhatikan kebutuhan dan keinginan psikologis konsumen.

Banyak perusahaan dewasa ini “meregionalkan“ program pemasaran produknya, dengan melokalkan produk, iklan, promosi dan usaha penjualan agar sesuai dengan kebutuhan masing-masing regional, kota, bahkan kompleks perumahan.

2. Demografi

Segmentasi pasar demografik membagi pasar menjadi kelompok berdasarkan pada variabel seperti jenis kelamin, umur, status perkawinan, jumlah keluarga, umur anak, pendapatan, jabatan, lokasi geografi, mobilitas, kepemilikan rumah, pendidikan, agama, ras atau kebangsaan. Faktor-faktor demografik ini merupakan dasar paling populer untuk membuat segmen kelompok konsumen. Alasannya utamanya, yakni kebutuhan konsumen, keinginan, dan mudah diukur. Bahkan, kalau segmen pasar mula-mula ditentukan menggunakan dasar lain, maka karakteristik demografik pasti diketahui agar mengetahui besar pasar sasaran dan untuk menjangkau secara efisien.

a. Umur dan Tahap Daur Hidup

Perusahaan menggunakan segmentasi umur dan daur hidup, yakni menawarkan produk berbeda atau menggunakan pendekatan pemasaran yang berbeda untuk kelompok umur dan daur hidup berbeda. Misalnya, beberapa perusahaan makanan ringan membuat produknya untuk konsumsi kaum anak-anak dan remaja.

b. Jenis Kelamin

Perusahaan menggunakan segmentasi jenis kelamin untuk memasarkan produknya, misalnya pakaian, kosmetik, dan majalah. Banyak perusahaan kosmetika, yang mengembangkan produk parfum yang hanya ditujukan kepada para wanita atau kaum pria.

c. Pendapatan

Pemasar produk telah lama menggunakan pendapatan menjadi segmentasi pemasaran produk dan jasanya, seperti mobil, kapal, pakaian, kosmetik dan jasa transportasi. Banyak perusahaan membidik konsumen kaya dengan barang-barang mewah dan jasa yang memberikan kenyamanan dan keselamatan ekstra, sebaliknya ada beberapa perusahaan kecil yang membidik konsumen dengan level social-ekonomi menengah ke bawah.

d. Segmentasi Demografik Multivariasi

Perusahaan banyak yang mensegmentasi pasar dengan menggabungkan dua atau lebih variabel demografik. Misalnya, suatu pemasaran produk yang segmentasi pasarnya diarahkan pada umur dan jenis kelamin.

3. Segmentasi Psikografik

Segmentasi psikografik membagi pembeli menjadi kelompok berbeda berdasarkan pada karakteristik kelas sosial, gaya hidup atau kepribadian. Dalam kelompok domografik, orang yang berbeda dapat mempunyai ciri psikografik yang berbeda.

a. Kelas Sosial

Kelas sosial ternyata mempunyai pengaruh kuat pada pemilihan jenis mobil, pakaian, perabot rumah tangga, properti, dan rumah. Pemasar menggunakan variabel kelas sosial sebagai segmentasi pasar mereka.

b. Gaya Hidup

Minat manusia dalam berbagai barang dipengaruhi oleh gaya hidupnya, dan barang yang mereka beli mencerminkan gaya hidup tersebut. Atas dasar itu, banyak pemasar atau produsen yang mensegmentasi pasarnya berdasarkan gaya hidup konsumennya. Sebagai misal, banyak produsen pakaian remaja yang mengembang-kan desain produknya sesuai dengan selera dan gaya hidup remaja.

c. Kepribadian

Para pemasar juga menggunakan variabel kepribadian untuk mensegmentasi pasar, memberikan kepribadian produk mereka yang berkaitan dengan kepribadian kopnsumen. Strategi segmentasi pasar yang berhasil berdasarkan pada kepribadian telah dipergunakan untuk produk seperti kosmetik, rokok, dan minuman ringan.

4. Segmentasi Tingkah Laku

Segmentasi tingkah laku mengelompokkan pembeli berdasarkan pada pengetahuan, sikap, penggunaan atau reaksi mereka terhadap suatu produk. Banyak pemasar meyakini bahwa variabel tingkah laku merupakan awal paling baik untuk membentuk segmen pasar.

a. Kesempatan

Segmentasi kesempatan membagi pasar menjadi kelompok berdasarkan kesempatan ketika pembeli mendapat ide untuk membeli atau menggunakan barang yang dibeli. Pembeli dapat dikelompokkan menurut kesempatan ketika mereka mendapat ide untuk membeli, benar-benar membeli, atau menggunakan barang yang dibeli. Segmentasi kesempatan dapat membantu perusahaan meningkatkan pemakaian produknya. Sebagai misal, Kodak menggunakan segmentasi kesempatan untuk merancang dan memasarkan kamera sekali pakai. Konsumen hanya perlu memotret dan mengembalikan film, kamera, dan semuanya, untuk diproses. Dengan menggabungkan lensa, kecepatan film, dan peralatan tambahan yang lain. Kodak mengembangkan kamera versi khusus untuk hampir segala macam kesempatan, dari fotografi bawah air sampai memotret bayi.

b. Manfaat yang Dicari

Salah satu bentuk segmentasi yang ampuh adalah mengelompokkan pembeli menurut manfaat yang mereka cari dari produk. Segmentasi manfaat membagi pasar menjadi kelompok menurut beragam manfaat berbeda yang dicari konsumen dari produk. Segmentasi manfaat menuntut ditemukannya manfaat utama yang dicari orang dalam produk, jenis orang yang mencari setiap manfaat, dan merek utama yang mempunyai manfaat. Perusahaan dapat menggunakan segmentasi manfaat untuk memperjelas segmen manfaat yang mereka inginkan, karakteristiknya, serta merek utama yang bersaing. Mereka juga dapat mencari manfaat baru dan meluncurkan merek yang memberikan manfaat itu.

c. Status Pengguna

Pasar dapat disegmentasi menjadi kelompok bukan pengguna, mantan pengguna, pengguna potensial, pengguna pertama kali, dan pengguna regular dari suatu produk. Pemimpin pemasaran akan memfokuskan pada cara menarik pengguna potensial, perusahaan yang lebih kecil akan memfokuskan pada cara menarik pengguna saat ini agar meninggalkan pimpinan pemasaran.

d. Tingkat Pemakaian

Dalam segmentasi tingkat pemakaian, pasar dapat dikelompokkan menjadi kelompok pengguna ringan, menengah dan berat. Jumlah pengguna berat seringkali hanya sebagian kecil dari pasar, tetapi menghasilkan persentase yang tinggi dari total pembelian. Pengguna produk dibagi menjadi dua bagian sama banyak, yakni separuh pengguna ringan, dan separuh pengguna berat, menurut tingkat pembelian dari produk spesifik. Sebagai contoh, ditunjukkan bahwa sejumlah 41% pria yang disurvei membeli rokok, sebesar 87% pengguna berat perokok (hampir tujuh kali lipat dari pengguna ringan).

e. Status Loyalitas

Sebuah perusahaan dapat disegmentasikan berdasarkan loyalitas konsumen. Konsumen dapat loyal terhadap merek, toko dan perusahaan. Pembeli dapat dibagi beberapa kelompok menurut tingkat loyalitas mereka. Beberapa konsumen benar-benar loyal (membeli selalu membeli satu jenis produk), kelompok lain agak loyal (mereka loyal pada dua merek atau lebih dari suatu produk, atau menyukai satu merek tetapi kadang-kadang membeli merek yang lain). Pemasar harus berhati-hati ketika menggunakan loyalitas merek dalam strategi segmentasinya. Pola pembelian yang loyal pada merek ternyata mencerminkan sebagai kebiasaan, sikap acuh tak acuh, harga yang rendah atau daftar yang telah tersedia.

(http://blog.uad.ac.id/sulisworo/2009/05/06/segmentasi-pasar-konsumen/)