BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Selasa, 05 Januari 2010

Keuntungan penggunaan merk pada suatu produk

Strategi perluasan merek bukan hal yang baru dalam dunia pemasaran, dimana strategi pengembangan merek ini banyak digunakan oleh praktisi – praktisi pemasaran di dalam aktivitas peluncuran produk baru. Penggunaan strategi tersebut didasarkan pada pertimbangan besarnya biaya iklan untuk meningkatkan brand awareness dari produk baru, adanya ikatan emosional antara konsumen dengan merek yang memiliki ekuitas yang tinggi, dan waktu proses adopsi dari respon konsumen yang relatif lebih singkat. Strategi perluasan merek memiliki kekuatan dan kelemahan, demikian halnya dengan strategi pengembangan merek lainnya. Setiap peluncuran produk baru, baik yang menggunakan strategi merek baru ataupun strategi perluasan merek tetap memiliki resiko yang sama besarnya. Peran dari pemasar dalam mengelola sumber daya yang dimiliki perusahaan adalah faktor kunci kesuksesan peluncuran suatu produk baru

Di dalam era globalisasi pasar, dimana perusahaan nasional kini tidak bisa lagi menganggap pasar domestik sebagai captive marketnya. Terbentuknya pasar global memungkinkan para pemain dari seluruh dunia bebas bermain di pasar domestik manapun. (Kartajaya;2002) Hasilnya adalah tersedianya banyak pilihan bagi konsumen untuk membeli produk dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan keinginannya.
Di tengah maraknya persaingan dan membanjirnya penawaran produk dengan ratusan bahkan ribuan merek di pasar baik dari dalam dan luar negeri maka bertambah pula pekerjaan rumah bagi pemasar untuk dapat bertahan dan berhasil di pasar. Tantangan tersebut dapat direspon dengan cara membentuk identitas produk yang kuat atau yang lazim kita kenal dengan istilah ekuitas merek yang kuat.
Membangun ekuitas merek yang kuat adalah isu utama bagi pihak top manajemen karena hal tersebut ikut menentukan nilai dari sebuah perusahaan. Salah satu contoh efek dari ekuitas merek yang kuat adalah meningkatnya nilai harga saham di pasar uang. Transaksi penjualan saham PT Handjaja Mandala Sampoerna Tbk senilai Rp 18,58 triliun oleh PT Philip Morris Indonesia Tbk merupakan salah satu contoh nyata. (KOMPAS, 19 Maret 2005)
Menurut Angky Camaro, CEO Bisnis Lokal PT H.M Sampoerna Tbk menyatakan bahwa yang sebenarnya dibeli oleh Philip Morris adalah kultur yang termasuk bagian dari ekuitas merek Sampoerna sebesar US$ 4 Milliar sedangkan nilai buku aset Sampoerna seperti mesin, gedung, dan sebagainya hanya dihargai sekitar US$ 1 Miliar. (SWAsembada, Juli 2005)
Jika suatu produk telah memiliki ekuitas merek yang kuat, maka dengan mudahnya mereka dapat mengembangkan mereknya melalui berbagai macam strategi seperti co-branding, brand extention, line extension serta beberapa strategi pengembangan merek lainnya. Perluasan merek atau brand extension dewasa ini lazim digunakan oleh perusahaan – perusahaan di Indonesia sejak adanya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997.
Menurut Yadi Budhisetiawan, Managing Director Force One ”Selling & Distribution Consultant menyatakan bahwa untuk membangun brand awareness produk baru sebelum krisis moneter dibutuhkan biaya iklan rata - rata Rp 2 – 3 Miliar, sedangkan setelah krisis biaya iklan yang dibutuhkan meningkat menjadi rata – rata Rp 6 – 8 Miliar.
Kondisi ini tentunya membuat perusahaan berpikir dua kali dalam meluncurkan produk baru dengan menggunakan merek yang benar – benar baru. Sehingga strategi perluasan merek merupakan salah satu alternatif di dalam mensiasati kondisi tersebut.
Berikut beberapa contoh strategi perluasan merek yang digunakan oleh perusahaan dalam meluncurkan produk barunya seperti merek Bodrex dari lini produk obat sakit kepala yang diperluas variannya menjadi lini produk obat flu, merek Lifebouy dari lini produk sabun yang diperluas variannya menjadi lini produk shampo. Selain itu masih ada banyak contoh – contoh produk baru lainnya dengan strategi perluasan merek yang dapat ditemui oleh konsumen.




KONSEP TEORI
Merek
Definisi merek menurut Asosiasi Pemasaran Amerika (Kotler;2003) adalah suatu nama, simbol, tanda, atau desain atau kombinasi diantaranya, dan ditujukan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakannya dari para pesaingnya.
Kotler menambahkan bahwa suatu merek adalah suatu simbol yang komplek yang menjelaskan enam tingkatan pengertian, yaitu:
Atribut produk
Merek memberikan ingatan pada atribut - atribut tertentu dari suatu produk, misalnya jika kita mendengar merek Nutrisari, tentunya kita teringat akan minuman rasa jeruk.
Manfaat
Atribut - atribut produk yang dapat diingat melalui merek harus dapat diterjemahkan dalam bentuk manfaat baik secara fungsional dan manfaat secara emosional, misalnya atribut kekuatan kemasan produk menterjemahkan manfaat secara fungsional dan atribut harga produk menterjemahkan manfaat secara emosional yang berhubungan dengan harga diri dan status.
Nilai
Merek mencerminkan nilai yang dimiliki oleh produsen sebuah produk, misalnya merek Sony mencerminkan produsen elektronik yang memiliki teknologi yang canggih dan modern.
Budaya
Merek mempresentasikan suatu budaya tertentu, misalnya Mercedes mempresentasikan budaya Jerman yang teratur, efisien, dan berkualitas tinggi.
Kepribadian
Merek dapat diproyeksikan pada suatu kepribadian tertentu, misalnya Isuzu Panther yang diasosikan dengan kepribadian binatang panther yang kuat (mesin kuat dan tahan lama).

Pengguna
Merek mengelompokkan tipe - tipe konsumen yang akan membeli atau mengkonsumsi suatu produk, misalnya Honda Jazz untuk konsumen remaja dan pemuda.
Identitas Merek
Identitas suatu merek adalah pesan yang disampaikan oleh suatu merek melalui bentuk tampilan produk, nama, simbol, iklan, dsb. Identitas merek berkaitan erat dengan citra merek (brand image) karena citra merek merujuk pada bagaimana persepsi konsumen akan suatu merek.
Fakta di lapangan adalah seringkali dijumpai bahwa ada perbedaan persepsi antara pesan yang hendak disampaikan oleh pemasar dengan pesan yang diterima oleh konsumen Disinilah letak tantangan seorang pemasar di dalam merencanakan pesan sebuah merek yang hendak dikomunikasikan kepada target pasar yang hendak dituju. (Doyle;1998)
Tabel 1.1 Identitas Merek dan Piramida Merek
Brand
Core

Culture
Brand
Style

Self Image
Personality
Reflection
Physical
Brand
Themes
Relationship


Source:
Kapfferer J N.,1994 Strategic Brand Management, Free Press, New York


Konsep piramida merek diperkenalkan oleh Kapfferer (1994), dimana piramida tersebut terdiri dari tiga lapis tingkatan. Lapisan pertama adalah brand core, yaitu hal fundamental atau kode genetik dari intisari sebuah merek, dimana sifatnya tetap di sepanjang waktu. Lapisan tengah adalah brand style, yaitu lapisan yang menyampaikan brand core. Brand style meliputi: hal nilai budaya yang disampaikan,misalnya budaya western; kepribadian merek,misalnya percaya diri; dan citra atau proyeksi dari merek itu sendiri, misalnya profesional.
Sedangkan lapisan terakhir dalam piramida adalah brand themes, yaitu cara bagaimana suatu merek dikomunikasikan melalui iklan, publikasi, kemasan, dsb. Tema sebuah merek terdiri dari tampilan fisik dari suatu produk seperti warna, logo, dan kemasan; refleksi dari merek, misalnya endoserser iklan; dan hubungan yang diekspresikan,misalnya glamor, bersahabat.
Dengan mengerti dan memahami konsep piramida merek akan membantu pemasar dalam menciptakan, merencanakan, memelihara, mengembangkan, serta mengkomunikasikan identitas merek produk atau perusahaan.
Ekuitas Merek
Kotler dan Amstrong (2004) mendefinisikan ekuitas merek sebagai efek pembeda positif dari respon konsumen atas suatu barang dan jasa sebagai akibat dari pengetahuan konsumen atas nama merek dari barang dan jasa tersebut.
Hasil suatu studi konsumen di Amerika menyatakan bahwa 72 % dari konsumen akan membayar harga premium sebesar 20 % lebih tinggi terhadap merek yang dipilihnya dibandingkan dengan harga dari merek – merek pesaing produk yang dipilihnya. Dari hasil penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa sebuah produk yang memiliki ekuitas merek yang tinggi memberikan keunggulan kompetitif untuk dapat bertahan, bersaing dan bahkan menjadi market leader dalam era hypercompetition.



Strategi Pengembangan Merek
Dalam usaha untuk mengembangkan merek, perusahaan memiliki empat pilihan alternatif seperti yang tertera dalam tabel 1.2 berikut:
Tabel 1.2 Strategi Pengembangan Merek
Product Category
New
Existing
Brand Extension
Line Extension
Existing
Brand Name

New Brands
Multibrands
New


Source:
Kotler P & Amstrong G., 2004 “Principle of Marketing”, 10th edition / International Edition, Prentice Hall, New Jersey




Berikut penjelasan tabel 1.2 tentang strategi pengembangan merek:
Line Extension / Perluasan Lini Produk
Strategi pengembangan merek ini menggunakan nama merek yang sudah dikenal oleh konsumen untuk memperkenalkan tambahan variasi seperti rasa baru, warna, ukuran kemasan, dsb pada suatu kategori produk dengan menggunakan nama merek yang sama.
Contoh:
Merek laptop Fujitsu meluncurkan koleksi Lifebook Series terbaru dengan varian lini produk antara lain S2110, C1320, dan P1510
Brand Extension / Perluasan Merek
Strategi pengembangan merek ini menggunakan nama merek yang sudah dikenal oleh konsumen untuk meluncurkan produk baru atau produk modifikasi pada kategori produk yang baru.
Contoh:
Merek sabun mandi Lifebouy yang memperluas mereknya pada kategori produk shampo
Multibrand / Banyak Merek
Strategi pengembangan merek ini meluncurkan banyak merek pada satu macam kategori produk yang sama.
Contoh:
PT Unilever Indonesia Tbk memiliki tiga macam merek untuk kategori produk sabun mandi yaitu Lux, Lifebouy, dan Dove.
New Brand / Merek Baru
Strategi pengembangan merek ini menggunakan merek yang benar – benar baru untuk peluncuran produk baru perusahaan.
Contoh:
PT Coca – Cola Indonesia Tbk meluncurkan merek Freshtea untuk produk baru minuman produk perusahaan yaitu teh dalam kemasan botol dengan aroma bunga melati.
ANALISA STRATEGI PERLUASAN MEREK
Dengan memahami bahwa ekuitas merek memiliki dampak yang besar dalam keputusan konsumen dalam pemilihan suatu produk dan adanya kondisi riil bahwa diperlukannya biaya iklan yang tinggi untuk membangun brand awareness suatu produk baru dengan merek yang baru, maka strategi perluasan merek banyak digunakan oleh perusahaan untuk mensiasati kondisi pasar, kondisi ekonomi, dan kondisi persaingan yang ada.
Menurut Helen Wing, Director of the Marketing Science Centre at Research International menyatakan bahwa produk baru dengan merek yang benar – benar baru membutuhkan usaha pemasaran dari segi waktu dan biaya yang lebih banyak untuk memperkenalkan merek dan membangun awareness konsumen. Pertimbangan lain adalah bahwa perusahaan merasa bisa mendapatkan keuntungan dari adanya ikatan emosional yang telah terbentuk antara merek induk dengan perluasannya sehingga inventasi yang dibutuhkan untuk perluasan merek bisa lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan merek yang baru.
Hasil studi kasus internasional terhadap 22.000 macam kasus peluncuran produk baru didapatkan data sebagai berikut:
82 % dari produk – produk baru, merupakan perluasan merek dan hanya sekitar 15 % merupakan merek yang benar – benar baru.
83 % direktur pemasaran lebih menyukai meluncurkan produk baru dengan perluasan merek, sedangkan 15% memberikan penilaian yang sama antara penggunaan merek baru ataupun menggunakan perluasan merek, dan hanya 2% yang berminat untuk menggunakan merek yang benar – benar baru
Dari hasil studi kasus tersebut, dapat diketahui bahwa penggunaan strategi perluasan merek sudah banyak digunakan dan bahkan mendominasi dalam setiap peluncuran produk – produk baru bukan hanya di Indonesia saja tetapi juga di negara – negara lainnya. Selain itu sebagian besar dan bahkan hampir seluruh praktisi pemasaran juga setuju dengan penggunaan strategi perluasan merek dalam peluncuran produk baru.
Dengan adanya data – data serta informasi – informasi yang mendukung strategi perluasan merek, bukan berarti strategi pengembangan merek ini tidak memiliki kelemahan ataupun kekurangan.
Berikut ini beberapa kelemahan dari strategi perluasan merek yang terdapat dalam jurnal marketing: ”Brand Extension Is Not A Low Risk Option That Firms Think It Is” menyatakan:
Minat pembelian konsumen untuk produk dengan merek baru 10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan perluasan merek. Hal ini disebabkan karena rasa ingin tahu konsumen akan adanya merek baru membuat mereka berminat untuk mencoba produk baru tersebut.
Pesan yang disampaikan merek dengan perluasan harus cukup berbeda dengan merek induknya. Karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Milward Brown menyatakan bahwa kegiatan periklanan yang dilakukan untuk perluasan merek baru hanya mendapatkan tingkat awareness sebesar 65 %. Hal ini disebabkan konsumen tidak melihat produk baru tersebut sebagai sesuatu yang baru karena masih terpaku pada merek induknya.
Menyadari dan mempertimbangkan bahwa strategi perluasan merek juga memiliki keterbatasan dan kelemahan dalam aplikasinya, maka perusahaan juga perlu untuk mempelajari mengapa perluasan merek dapat gagal di pasar. Ada tiga faktor utama penyebab kegagalan sebuah strategi perluasan merek (Wing,2004) yaitu:
Tidak adanya perbedaan dari merek induk
Kualitas produk kurang baik
Tidak adanya support pemasaran yang baik.
Dari ketiga faktor utama kegagalan tersebut diatas maka perusahaan harus benar – benar mempersiapkan produk baru yang akan diluncurkan dimana atribut – atribut produk harus berbeda dengan atribut – atribut produk merek induk. Pemasar hendaknya tidak hanya mengandalkan ekuitas merek yang tinggi dari merek induk saja tetapi juga harus menyediakan aktivitas – aktivitas pemasaran pendukung untuk memperkuat posisi dari produk baru tersebut.
KESIMPULAN
Dari uraian penjelasan mengenai strategi perluasan merek, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam era hypercompetition ini perusahaan perlu cerdik dan jeli dalam melihat kondisi pasar dan juga kondisi lingkungan pemasaran di dalam kaitan apabila perusahaan hendak melakukan peluncuran produk baru.
Strategi perluasan merek memudahkan produk baru untuk segera meraih pangsa pasar, tetapi yang harus diperhatikan bahwa tetap ada resiko karena produk tersebut masih terkait dengan persepsi konsumen akan citra merek induk. Banyak perdebatan yang muncul dari berbagai pihak dimana ada pihak – pihak yang setuju / pro tetapi tidak sedikit juga pihak – pihak yang kontra dan meremehkan penggunaan strategi ini.
Tidak ada peluncuran produk baru, baik dengan merek yang benar – benar baru ataupun dengan menggunakan strategi perluasan merek yang tanpa beresiko. Semuanya beresiko bahkan menurut Kotler professor pemasaran internasional dari Northwestern Kellogg Graduate School of Management di Chicago menyatakan bahwa 90% dari produk baru biasanya gagal di pasar. Disini peran manajer pemasaran sangatlah besar dalam mengelola sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk mendukung sukses atau tidaknya suatu produk yang diluncurkan di pasar.
(http://74.125.153.132/search?q=cache:Tjrgb5hBelUJ:fportfolio.petra.ac.id/user_files/04-013/Perluasan%2520Merek%2520Strategi%2520Jitu%2520Peluncuran%2520Produk%2520Baru.doc+penggunan+merk+pada+suatu+produk&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a)

0 komentar: