BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Selasa, 05 Januari 2010

Faktor-faktor penyebab kenaikan harga

DEfinisi dan Penggolongan inflasi
Merupakan suatu peristiwa moneter yang terjadi hampir di semua negara di Dunia
Inflasi merupakan kecenderungan naikkya harga-harga barang secara umum dan terus menerus
Kenaikan harga yang bersifat musiman dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan, tidak disebut inflasi


Definisi


Ada kecenderungan bahwa untuk barang-barang yang harganya ditentukan oleh pemerintah tidak mengalami kenaikan, tetapi dalam realitanya harga di pasar terjadi kenaikan  Inflasi ada, tetapi tidak boleh diperlihatkan  Suppressed Inflation (Inflasi yang ditutupi)

Penggolongan inflasi

Berdasarkan sebab awal inflasi

Karena permintaan masyarakat
(Demand Inflation)
Karena kenaikan ongkos produksi
(Cost inflation)

Berdasarkan asal inflasi

Dari dalam negeri (Domestic Inflation)
Misalnya karena terjadi defisit anggaran yang dibiayai dengan mencetakan uang baru, kenaikan harga kebutuhan (kebutuhan dasar).


Dari luar negeri (Imported inflation)

Kenaikan harga barang impor, bahan
Disamping itu inflasi karena kenaikan barang- baku impor
barang ekspor, karena barang tersebut masuk dalam indeks harga.


Berdasarkan parah tidaknya inflasi

Inflasi Ringan ( < 10 %)
Inflasi Sedang ( 10 – 30 %)
Inflasi Berat ( 30 – 100%)
Inflasi Hiper ( > 100%)

Berdasarkan tingkat intensitas inflasi

Inflasi merayap (creeping inflation)
Hiper (Hyper Inflation)


Faktor penyebab inflasi

Adanya harapan yang berlebihan dari masyarakat, sehingga permintaan barang-barang dan jasa naik lebih cepat dari pada tambahan keluaran (out put) yang dicapai perekonomian
tersebut.
Adanya kebijaksanaan pemerintah yang kurang tepat
Pengaruh alam
Pengaruh inflasi dari luar negeri


Akibat buruk inflasi
Pada perekonomian

Penanaman modal spekulatif
Tingkat bunga meningkat
Ketidakpastian ekonomi masa depan
Masalah neraca pembayaran

Pada masyarakat

Distribusi pendapatan
Merosotnya pendapatan riil
Merosotnya Nilai tabungan riil


Inflasi merupakan suatu gejala ekonomi, tetapi faktor-faktor penye- babnya maupun konsekuensinya bisa terletak diluar bidang ekonomi  Masalah inflasi adalah masalah Sosio-Ekonomi- Politis.


Contoh : Pemerintah terpaksa mencetak uang baru dalam jumlah yang terlalu banyak, padahal pemerintah mengetahui akibatnya akan berdampak pada inflasi, tetapi karena terdesak oleh kegiatannya seperti : Operasi keamanan terpaksa mencetak uang baru untuk mendanai operasi tersebut.

Teori Inflasi
Teori Kuantitas

Penyebab utama

Penambahan jumlah uang yang beredar
Harapan masyarakat tentang kenaikan harga, ada beberapa kemungkinan kondisi yang terjadi :

Kenaikan Kas masyarakat, tetapi tidak diikuti oleh
permintaan barang Pada kondisi ini kenaikan inflasi < kenaikan faktor penyebabnya.
Kecenderungan membelanjakan kas dalam bentuk barang
Hal ini akan mengakibatkan kenaikan permintaan barang akan menaikkan harga barang tersebut.
Masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap mata uang, sehingga masyarakat enggan memegang uang kas dan selalu membelanjakannya dalam bentuk barang  akan memicu peredaran uang yang tinggi  Pada Kondisi ini inflasi akan lebih besar dibanding faktor penyebabnya.


Teori Keynes

Penyebabnya :
Masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuannya, bahwa permintaan masyarakat akan barang-barang melebihi jumlah yang tersedia (inflationary Gap), bentuknya :


17
Pemerintah membuat anggaran defisit dan mencetak uang baru untuk memenuhinya.
Swasta membuat investasi baru dengan mengandalkan kredit
Serikat buruh selalu mengusulkan tambahan upah pada produktifitas rendah

Karena permintaan total melebihi jumlah yang tersedia  harga barang-barang akan merangkak naik  Inflasi Terjadi

Teori Strukturalis

Menyoroti sebab-sebab inflasi karena kekakuan struktur ekonomi
Karena sebab-sebab struktural pertambahan produksi barang-barang terlalu lambat dibanding dengan pertumbuhan kebutuhannya.
Inflasi ini biasanya mempunyai jangka waktu yang relatif panjang, tidak bisa diatasi dengan mengurangi jumlah uang yang beredar, tetapi dengan memperbaiki prangkat/infra strukturnya.

Dengan melihat tingginya inflasi, pemerintah harus hati-hati menyikapinya jika tak ingin perekonomian kita kian terpuruk. Kondisi ini menunjukkan pemerintah terbukti salah mengukur batas kemampuan ekonomi rakyat, dan tidak mampu mengendalikan laju inflasi.
Pemerintah jelas salah memperkirakan penyebab dan batas kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri. Kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) secara drastis dalam kondisi tak normal, menghasilkan akibat berantai yang cukup kompleks (spiral inflation). Apalagi, dapat dipastikan Bank Indonesia akan kembali menaikkan suku bunga dan moneter secara ketat. Apabila kondisi suku bunga berada di atas tingkat inflasi, maka banyak orang akan lebih suka membeli dolar AS.
Kesalahan ini juga karena bertumpuknya kebijakan fiskal dengan variabel inflatoir dalam waktu singkat. Kenaikan harga BBM bertumpuk dengan efek musiman, depresiasi rupiah dan membengkaknya peredaran uang karena realisasi proyek. Implikasinya diperkirakan akan terus berlanjut. Karena, kemungkinan besar pemerintah akan menaikkan tarif dasar listrik (TDL) pada awal 2006.
Yang perlu diwaspadai, dampak kenaikan harga makanan olahan atas inflasi bulan November karena belum terrefleksi dalam inflasi Oktober. Di lain pihak, sebagian masyarakat masih menghadapi hari besar pada akhir tahun nanti. Dan, tentunya kenaikan gaji PNS (pegawai negeri sipil) secara psikologis akan mendorong pula laju inflasi.
Inflasi seperti yang kita ketahui ini merupakan gejala biasa dalam ekonomi makro, namun sangat penting dan selalu dialami di hampir semua negara. Ini ditandai dengan kecenderungan kenaikan harga-harga barang secara umum dan terus-menerus. Yang jelas, kenaikan harga dari satu atau dua jenis barang saja tidak dapat dikatakan inflasi, kecuali keadaan tersebut meluas hingga mengakibatkan kenaikan harga barang-barang lainnya. Inflasi praktis menjadi "pencuri" bagi yang berpendapatan tetap atau pas-pasan karena mengurangi daya beli.
Terhadap harga-harga barang yang diatur atau ditentukan pemerintah, BPS (Badan Pusat Statistik) mungkin tidak akan mencatat adanya kenaikan karena yang dicatat harga-harga "resmi" pemerintah. Tetapi dalam realitanya, bisa saja harga-harga terus naik. Keadaan ini tak terelakkan karena harga barang-barang "tidak resmi" ternyata lebih tinggi (cenderung naik) daripada harga "resmi". Dalam hal ini sebenarnya telah terjadi "inflasi yang ditutupi", yang suatu waktu akan muncul karena semakin tidak relevan dengan keadaan yang ada.
Kondisi ini tentu akan menimbulkan akibat buruk di kemudian hari yang harus dipikul masyarakat. Selain itu, tingginya inflasi akan berimbas pada terhambatnya laju pertumbuhan ekonomi akibat menurunnya daya beli masyrakat karena kenaikan harga-harga. Banyak negara selalu menganggap remeh masalah inflasi di tengah upaya membangun struktur perekonomian yang kuat. Inflasi diyakini sebagai hal yang tidak dapat dielakkan dalam proses pembangunan ekonomi suatu negara.
Di kalangan para perencana pembangunan ekonomi selalu timbul pertentangan pendapat mengenai peranan inflasi dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Kontroversi pertentangan pendapat ini biasanya terjadi antara golongan moneteris (monetarist) dan strukturalis (structuralist).
Para penganut golongan moneteris menganggap bahwa inflasi disebabkan oleh kelebihan penawaran uang dan permintaan agregat masyarakat. Pandangan ini sejalan dengan teori konvensional bahwa terjadinya inflasi akibat permintaan terus bertambah, sementara kapasitas untuk memroduksikan barang-barang telah mencapai tingkat maksimum. Artinya, semakin banyak uang beredar akan memengaruhi permintaan agregat atau konsumsi. Dalam Quantity Theory of Money, laju pertumbuhan uang beredar sama dengan laju inflasi apabila output riil konstan.
Sedangkan menurut pemikir-an kaum strukturalis, inflasi di negara-negara berkembang lebih bersifat cost push inflation daripada demand pull inflation. Ini disebabkan akibat biaya produksi yang tinggi, terkait dengan 3 komponen utama; upah pekerja, pembelian bahan-bahan baku yang digunakan, dan biaya impor barang-barang kapital atau pembantu (intermediate goods).
Inflasi di Indonesia termasuk dalam kategori demand pull inflation, inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat, sementara daya beli semakin lemah. Meningkatnya inflasi di Indonesia karena faktor lain, yakni akibat kenaikan harga BBM sebagai bahan kebutuhan masyarakat yang amat strategis. Dengan kata lain, penyebab inflasi di Indonesia lebih karena faktor sisi penawaran.
Dalam cost push inflation, biasanya kenaikan harga (barang-barang produksi) dibarengi dengan penurunan omzet penjualan barang. Namun inflasi macam ini sebenarnya jarang dijumpai. Pada umumnya inflasi yang terjadi adalah kombinasi dari kedua macam inflasi tersebut dan keduanya saling memperkuat satu sama lain. Selain itu inflasi dari dalam negeri (domestic inflation) timbul karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan uang hasil pencetakan baru, akibat panen gagal, dan sebagainya.
Kenaikan inflasi akibat kondisi tekanan kondisi harga minyak mentah dunia (imported inflation) dan kenaikan harga barang-barang impor mengakibatkan kenaikan indeks biaya hidup secara langsung karena sebagian barang yang dibutuhkan berasal dari impor. Sementara secara tidak langsung, kenaikan indeks harga terjadi karena kenaikan ongkos produksi akibat tingginya harga berbagai barang yang menggunakan bahan mentah impor. Ini berdampak pada kenaikan harga barang-barang dalam negeri akibat kenaikan pengeluaran pemerintah/swasta yang berusaha menyesuaikan diri atas depresiasi nilai mata uang dalam negeri terhadap valuta asing.

(http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=129535)
(http://74.125.153.132/search?q=cache:10GGmeFcKqkJ:repository.binus.ac.id/content/J0034/J003472531.ppt+faktor+penyebab+kenaikan+harga&cd=23&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a)

0 komentar: